Anak SD Masih Pakai Popok?

By Derekoo Irfan Amanullah



Ananda PEA sebenarnya sudah masuk kelas 1 SD sejak tahun ajaran baru di bulan Juli, tapi baru bulan September pihak sekolah menghubungi Sabri Learning Process. Alasannya karena sebenarnya ananda tidak mengganggu temannya, dan masih bisa ditangani guru kelas sendiri.

Which is good! saya sangat mendukung antusiasme setiap guru untuk ingin tahu lebih dalam tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan ingin berusaha mengajarkan akademik, aturan, dan hal lainnya. Tetapi ketika guru sudah mulai kewalahan, segera lah minta bantuan Shadow teacher. Di kasus ini, guru merasa kewalahan di area akademik, dimana ananda ternyata masih jauh tertinggal.

Bulan pertama, bulan observasi, bulan pdkt ke anak. Hal pertama yang diperhatikan oleh Shadow teacher di lapangan adalah ananda masih pake popok, yang menuntun saya kembali ke orangtua untuk interview lanjutan, untuk menanyakan beberapa pertanyaan terkait hal ini. Jawabannya sederhana, “iya Pak, dia masih pake pampers.” Artinya, orangtua belum menganggap ini hal yang penting untuk segera diselesaikan, karena memang ananda belum bisa berkomunikasi 2 arah dengan lancar, dan terhambat di area akademik, sehingga sampai kelas 1 SD ananda belum menjalani proses toilet training di rumah.

Pertanyaan selanjutnya, “Emang penting ya? Kenapa memang kalau dia masih pake pampers? Kan sekolah tetep bisa jalan?” yang merupakan pertanyaan yang logis, memang sekolah yang penting bisa duduk tenang dan memperhatikan guru, dan mengerjakan sesuai instruksi. Seharusnya kita fokus ke ketertinggalannya di akademik, atau minimal meningkatkan kemampuan bicara dan bahasanya.

Bukan begitu?
Bukan. Ijinkan saya menjelaskan.

Ketika anak masih belum bisa buang air kecil/besar secara mandiri, dampaknya adalah besar kemungkinan karakter yang terbentuk itu anak yang manja, tidak mau diatur, semaunya, kurang percaya diri, insecure, dan hal tersebut akan merembet kemana-mana. Termasuk ke akademik. Murid akan belajar hal baru setiap harinya di Sekolah, dan mempelajari hal baru membutuhkan antusiasme untuk keluar dari zona nyaman. Hal tersebut akan susah tercapai dari anak dengan karakter yang sudah saya sebutkan sebelumnya.

”Lebay deh.. masa sih bisa sampe segitunya?”

Yuk sekarang kita bicara kenapa bisa seperti itu. Anak yang belum bisa lepas popok artinya ananda belum bisa melepaskan egonya. Pup dan pipis itu miliknya, sama halnya seperti mainannya tidak boleh dimainkan anak lain, ibunya tidak boleh menggendong anak lain, dll. Biasanya di fase-fase awal anak akan mencari suatu pojok ruangan untuk jongkok dan BAK/BAB, dan ketika ditanya / mau dibersihkan ananda akan menangis atau bahkan marah. Hal tersebut akan berlipat-lipat lebih dahsyat ketika terjadi pada ABK atau anak yang berlarut-larut tidak ditangani sampai beranjak besar.

Nah, kembali ke ananda PEA. Pada awalnya, guru dan orangtua menuntut perkembangan di area akademik. Tetapi pada akhirnya terlihat jelas bahwa tanpa melepas popok, perkembangan di area lain akan sulit tercapai, dan proses melepas popok tersebut juga belum bisa terlaksana sampai bulan Maret 2020 (sebelum sekolah dilanjutkan di rumah akibat pandemi), karena pola asuh yang sudah terbentuk sekian lama telah membuat ananda terlalu lama berada di zona nyaman dan menolak perubahan dengan cukup keras, sehingga membutuhkan program yang bertahap dan menyeluruh.

Sabri Learning Process sempat beberapa kali menangani permasalahan seperti ini di sekolah, dan kita selalu berusaha untuk fokus pada kebutuhan anak. Ketika anak belum bisa lepas popok di usia sekolah, maka itu prioritas utama kita. Jika ada kerjasama dan peran aktif dari orangtua dan pihak sekolah, maka proses toilet training ini bisa selesai dalam kurun waktu 2-3 bulan.

Bagaimana dengan anda? Apa tips jitu anda dalam proyek lepas-popok pada anak/murid anda? Feel free to share. Have a good day!

Komentar

BACA TULISAN LAINNYA